Saturday 27 January 2018

Kisah Nyata Pemerkosaan Secara Sadis dan Brutal | Mania4D | Agen Togel Online Resmi




Cerita Kisah Nyata Seorang Pegawai toko Yang Di Perkosa, Fieza yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada di Jakarta. Dengan semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa risau melihat putriya sering mendapat giliran jaga dari malam hingga pagi. Fieza lebih memilih bekerja pada shift tersebut, karena dari saat tengah malam sampai pagi, jarang sekali ada pembeli, sehingga Fieza bisa belajar untuk kuliahnya siang nanti.

Sampai akhirnya pada suatu malam, Fieza mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Satu yang berambut Kribo, dan yang satu lagi memiliki Tompel di wajahnya. Mereka berdua, menerobos masuk membuat Linda yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.


“Keluarin uangnya!” perintah si Kribo, sementara si Tompel memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Fieza gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Fieza berhasil membuka laci itu dan memberikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Kribo, Fieza tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Kribo merampas uang itu, Fieza langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.

“Masa cuma segini?!” bentak si Kribo.

“Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Fieza masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Fieza mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.


“Cepat!” bentak si Tompel, Fieza merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Fieza berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Fieza yang ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Fieza di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Fieza juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Tompel kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Fieza.

“Beres! Ayo cabut!”

“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.

“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.

“Gue pengen liat bentar aja!”.

Mata Fieza terbelalak ketika si Kribo mendekat dan menarik baju merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, baju itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Fieza yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Fieza meronta-ronta dalam ikatannya.


“Wow, menakjubkan” si Kribo berseru kagum.

“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Tompel, tidak begitu tertarik pada Fieza karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.

Tapi si Kribo tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Fieza lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Fieza. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Fieza ditariknya, tubuh Fieza ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Fieza terputus dan sekarang payudara Fieza bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benang pun.

“Jangan!” teriak Fieza. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Fieza mulut si Kribo menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Fieza menjerit ketika si Kribo mengigit puting susunya.

“Diem! Jangan berisik!” si Kribo menampar Fieza, hingga berkunang-kunang. Fieza hanya bisa menangis.

“Gue bilang diem!”, sembari berkata itu si Kribo menampar buah dada Fieza, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Fieza. Kemudian si Kribo bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Fieza terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Kribo terus memukuli buah dada Fieza sampai akhirnya bulatan buah dada Fieza berwarna merah.


“Ayo, cepetan cing!”, si Tembong menarik tangan si Kribo.

“Kita musti cepet kabur dari sini!” Fieza bersyukur ketika melihat si Kribo diseret keluar ruangan oleh si Tembong. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Fieza bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Fieza berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.

“Hey, sob! Tokonya kosong!”.

“Masa, cepetan ambil permen!”.

“Goblok lo, ambil bir nya dasar tolol!”.

Tubuh Fieza menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 15 sampai 18 tahun. Fieza mengeluarkan suara minta tolong.

“sstt! Lo denger nggak?!”.

“Cepet kembaliin semua!”.

“Lari, lari! Kita ketauan!”.


Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Fieza, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.

“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali pemandangan yang sangat elok tersebut.

“Woi, liat nih! Ada kejutan!”


Fieza berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Fieza, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.

“Gila! Cewek nih!”.

“Dia telanjang!”.

“Tu liat teteknya! tetek!”.

“Mana, mana gue pengen liat!”.

“Gue pengen pegang!”.

“Pasti alus tuh!”.

“Bawahnya kayak apa ya?!”.

Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Fieza yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Fieza, tangan-tangan meraih tubuh FiezaFieza tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Fieza.


 “Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Fieza, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Fieza. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Fieza keluar menuju bagian depan toko. Fieza meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Fieza sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Fieza terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Fieza sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Fieza merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Fieza melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!

“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat FiezaFieza berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Fieza.

“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Fieza berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Fieza berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”

Langsung saja Fieza mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Fieza hingga berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Fieza kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Fieza sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Fieza dan mengikatkan kaki-kaki Fieza ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Fieza berbaring telentang, bugil dengan tangan dan kaki terbuka lebar seperti huruf X.

“Show time!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Fieza terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 cm. Berandal tadi memegang pinggul Fieza dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.


“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina FiezaFieza melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Fieza, membuat Fieza sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Fieza ditariknya hingga lepas. Fieza berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya. Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Fieza. Pandangan Fieza berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh  FiezaFieza terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.

Berandal yang duduk di atas dada Fieza turun ketika kemudian, berandal yang sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Fieza, membuat Fieza mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Fieza sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mencapai klimaks. Tangannya meremas dan menarik buah dada Fieza ketika tubuhnya bergetar dan lahar panas pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Fieza. Sementara itu berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. lahar panas mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Fieza.

Fieza tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Fieza meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Fieza berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.


“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Fieza terkejut dan berusaha menutupi dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.

“Tolong saya!” ratap Fieza.

“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!”

“Nama lu Fieza kan?” tanya laki-laki tadi.

“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Fieza bingung dan takut.

“Gue Riko. Orang yang kerjaannya di toko ini lo rebut!”.

“Saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolong saya pak!”.

“Gara-gara lo ngelamar ke sini gue jadi dipecat! Gue nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”.

Fieza kembali merasa ketakutan melihat Riko, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Fieza kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Riko naik pitam. Ia menyambar tangan Fieza dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Fieza betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Fieza kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.

“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tidak memecat bapak! Kenapa saya diikat?”

“Gue tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya gue udah keduluan. Jadi gue rusak aja deh nih toko”.

Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Fieza sehingga sekarang Fieza duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dengan plester.


Kemudian Riko mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Riko mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Fieza. Es krim beterbangan dilempar oleh Riko. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Fieza, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Fieza. Rasa dingin juga menempel di buah dada Fieza, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Riko selesai, tubuh Fieza bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.

“Lo keliatan kedinginan!” ejek Riko sambil menyentil puting susu Fieza yang mengeras kaku.

“Gue musti kasih lo sesuatu yang anget.”

Riko kemudian mendekati wajan untuk mengoreng sosis yang ada di tengah ruangan. Fieza melihat Riko mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap. “Jangaann!” Fieza berteriak ketika Riko membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Fieza sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Fieza menangis kesakitan kerena panas yang dirasakannya.

“Keliatannya nikmat!” Riko tertawa.

“Tapi gue lebih suka dengan mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke vagina FiezaFieza menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan brutal yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Sambil tertawa Riko melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Fieza berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Fieza bergerak lunglai jatuh.”

“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Riko sambil menampar pipi Fieza.

“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”

Fieza meronta ketakutan melihat Riko memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Riko mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Fieza, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu FiezaFieza menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Riko juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Fieza bercucuran di pipi.

Kemudian Riko mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Riko hingga membuka keluar, Fieza merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.

“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi gue sekarang pergi dulu, terus nanti gue pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”

“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”

Riko tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Fieza menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Fieza berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Fieza melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Fieza, telanjang dengan buah dada mengacung.

Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.

Fieza berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Fieza menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.

Fieza tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Fieza merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Fieza menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.

“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”

“Tapi Mbak, pantat Mbak belom kan.” gelandangan itu berkata tidak jelas.

“Jangan!” Fieza meronta, ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Fieza. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Fieza.

Fieza menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Fieza tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Fieza bisa membesar.


Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Fieza, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus Fieza yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Fieza merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Fieza terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Fieza, membuat Fieza menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Fieza merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Fieza.

“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Fieza. Kemudian ia mendorong Fieza duduk dan kembali mengikat tangan Fieza ke belakang, kemudian mengikat kaki Fieza erat-erat. Kemudian tubuh Fieza didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.

Sambil terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Fieza terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Fieza jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 7 pagi.



1 comment:

  1. Artikel yang sangat baik sekali gan,tambah lagi dong,kasih jendol juga ya di AGEN BANDARQ

    ReplyDelete

MANIA4D | Agen Togel Online Resmi MANIA4D | Agen Togel Online Resmi

Koleksi Foto SEX Party | Mania4D | Agen Togel Online Resmi

Mania4D Salam VAGINALOVERS Kali ini gue akan membagikan beberapa koleksi foto terbaru gue.. Berikut ini adalah koleksi foto s...